BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang
81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km² (Dahuri, 2004 dalam Alamsjah, 2011).
Salah satu
kekayaan hayati laut Indonesia adalah rumput laut. Terdapat sekitar 18.000
jenis rumput laut di seluruh dunia dan 25 jenis diantaranya memiliki nilai
ekonomi tinggi.
Di Indonesia terdapat 555 jenis
rumput laut dan empat jenis diantaranya dikenal sebagai komoditas ekspor, yaitu
Euchema sp., Gracilaria sp., Gelidium sp. dan Sargasum sp.
Salah satu jenis alga yang banyak dibudidayakan di perairan Indonesia adalah Gracilaria
sp. yang merupakan penghasil agar. Gracilaria sp.
merupakan alga merah yang thalusnya mengandung gel sehingga mempunyai kemampuan
mengikat air yang cukup tinggi. Besarnya air yang dapat diserap dan disimpan
tergantung dari luas bidang penyerapan. Gracilaria sp. juga merupakan salah satu jenis rumput laut
yang dapat digunakan untuk industri seperti dalam pembuatan agar-agar dan juga
obat-obatan, selain itu juga dapat digunakan untuk makanan dan minuman karena
rumput laut Gracilaria verrucosa mempunyai kandungan gizi yang
lebih tinggi daripada sayuran dan
buah-buahan
Rumput laut jenis Gracilaria sp. ini banyak
dibudidayakan karena memiliki peranan penting dalam usaha meningkatkan produksi
perikanan serta menjaga kelestarian sumber hayati. Namun dari budidaya tersebut
menimbulkan dampak negatif maupun dampak positif terhadap lingkungan. Dampak
negatifnya yaitu adanya limbah yang dihasilkan akibat pemanenan yang berupa
batang thallus yang pendek dan rumput laut yang berwarna kusam jatuh ke dasar
perairan sehingga menumpuk diperairan dan mencemari lingkungan. Sebaliknya
dampak positif dari budidaya rumput laut ini yaitu dapat digunakan sebagai
biofiltrasi. Dengan demikian kelompok kami mengkaji tentang dampak Budidaya
rumput laut terhadap lingkungan perairan.
1.2
Rumusan
masalah
- Bagaimana
klasifikasi dan morfologi gracilaria sp
- Bagaimana
manfaat Gracilaria sp.
- Bagaimana
dampak budidaya Gracilaria sp.
terhadap lingkungan
- Bagaimana
cara menangani dampak pencemaran Gracilaria
sp.
1.3
Tujuan
- Untuk
mengetahui klasifikasi dan morfologi Gracilaria
sp.
- Mengetahui
manfaat Gracilaria sp.
- Untuk
mengetahui dampak budidaya Gracilaria sp.
terhadap lingkungan.
- Untuk
mengetahui cara menangani dampak pencemaran lingkungan akibat budidaya Gracilaria sp.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Klasifikasi dan Morfologi Gracilaria sp.
Menurut
Tampubolon et al. (2013), klasifikasi Gracilaria
sp.
adalah sebagai berikut:
Divisi :
Rhodophyta
Kelas
: Rhodophyceae
Ordo
: Gracilariales
Famili
: Gracilariaceae
Genus
: Gracilaria
Spesies
: Gracilaria sp.
Gracilaria sendiri
merupakan rumput laut yang termasuk dalam golongan Rhodophyceae (algae merah).
Masyarakat pesisir di Indonesia mengenal Gracilaria dengan sebutan;
janggut dayung (Bangka); agar-agar karang (Indonesia); sango-sango, dongi-dongi
(Sulawesi); bulung embulung (Jawa, Bali); bulung sangu (Bali); bulung tombong
putih (Lombok). Gracilaria hidup dengan jalan melekatkan diri pada
substrat padat, seperti kayu, batu, karang mati dan sebagainya. Untuk
melekatkan dirinya, Gracilaria memiliki suatu alat cengkeram berbentuk
cakram yang dikenal dengan sebutan 'hold fast'. Jika dilihat secara sepintas,
tumbuhan ini berbentuk rumpun, dengan tipe percabangan tidak teratur, yaitu
'dichotomous', 'alternate', 'pinnate', ataupun bentuk-bentuk percabangan yang
lain. Thallus pada umumnya berbentuk silindris atau agak memipih, namun pada G.
euchewnoides dan G. textoni yang dideskripsikan
oleh CORDERO (1977) di Fili-pina, bentuk thallus kedua tumbuhan tersebut
benar-benar gepeng. Ujung-ujung thallus umumnya meruncing, permukaan thallus
halus atau berbintil-bintil. Panjang thallus sangat bervariasi, mulai dari 3,4
— 8 cm pada G. eucheumoides sampai mencapai lebih dari 60 cm pada G. verrucosa
(Sjafrie, 1990).
Menurut Langoy(2011), Alga
makro ini memiliki bentuk thallus bulat, licin, berbuku-buku atau
bersegmen-segmen. Alga ini biasanya membentuk rumpun. Sedangkan percabangan
thallusnya berbentuk polystichous atau banyak cabang pada thallus utama.
Bentuk holdfast yang melekat pada substrat yaitu rhizoid. Alga spesies ini
memiliki warna thallus hijau dan kuning di bagian apeks thalli.
Secara
morfologi rumput laut tidak dapat dibedakan antara akar, batang dan daun.
Berupa thalus dengan bentuk bermacam-macam. Thalus ini ada yang uniseluler dan
multiseluler. Sifat substansi thalus beranekaragam, ada yang lunak seperti
gelatin (gelatinous), kertas diliputi atau mengandung zat kapur (calcareous),
lunak seperti tulang rawan (cartilagenous), berserabut (spongious) dan sebagainya
(Aslan, 1995 dalam Haryanti, et al., 2008).
2.2
Manfaat Gracilaria
sp.
Pemanfaatan rumput laut
salah satunya gracilaria sp. antara lain adalah sebagai sumber makanan yang
dapat langsung dikonsumsi, misalnya sebagai sayuran atau lalapan. Rumput laut
secara tradisional digunakan sebagai nutrisi bagi manusia dan hewan. Rumput
laut juga digunakan sebagai makanan tambahan (suplemen) karena mempunyai
kandungan nutrisi antara lain : protein, beberapa elemen mineral dan vitamin.
Rumput laut jenis algae coklat digunakan untuk produksi zat makanan tambahan
untuk melengkapi nutrisi manusia antara lain protein, beberapa elemen mineral,
vitamin, dan terutama hidrokoloid yang berupa alginat, agar, dan karaginan
(FLEURENCE, 1999 dalam Handayani,
2006). Sumberdaya rumput laut dimanfaatkan untuk makanan dan produk sayuran
laut. Di beberapa negara Asia, rumput laut sering dikonsumsi sebagai sayuran
laut, bahkan orang-orang Jepang mengkonsumsi sayuran laut rata-rata 1,6 kg
(berat kering) per tahun per kapita. Diketahui kurang lebih 25% dari makanan
yang dikonsumsi di Jepang adalah mengandung rumput laut yang dipersiapkan dan
disimpan dalam beberapa bentuk dan menjadi sumber penghasilan utama bagi
nelayan di sana. Di Malaysia, pemanfaatan rumput laut sebagai makanan tidak seperti
di Jepang dan Cina. Meskipun demikian, pada kenyataanya rumput laut hanya
dikonsumsi di daerah pantai khususnya sepanjang pantai timur Penisula Malaysia
dan di Malaysia Timur, rumput laut dimakan sebagai salad (NORZIAH& AND
CHING, 2000 dalam Handayani, 2006).
Sedangkan di Indonesia, rumput laut banyak dimanfaatkan penduduk pantai untuk
sayur dan lalapan, bahkan beberapa jenis rumput laut banyak dijual di
pasar-pasar tradisional.
Selain itu rumput laut
jenis Gracilaria sp. ini juga dapat dimanfaatkan diberbagai bidang kesehatan,
pertanian, dan lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Putra 2006 dalam Hendrajat 2010, Bahwa alga merah
seperti Gracilaria sp. merupakan
sumber potensial senyawa bioaktif yang sangat bermanfaat bagi pengembangan:
1. Industri
farmasi seperti sebagai anti bakteri, anti tumor, anti kanker atau sebagai
reversal agent
2. Industri
agrokimia terutama antifeedant, fungisida dan herbisida
Menurut
Kadi (2004), bahwa Rumput laut merah jenis Gracilaria sp. merupakan penghasil
agar yang sering disebut sebagai asam sulfirik atau asam agarinik. Bentuk
derivat garam berupa calcium agarinat, magnesium agarinat, potasium agarinat
dan sodium agarinat. Di dunia industri Gracilaria sp. merupakan kelompok yang dimanfaatkan
sebagai bahan makanan. Di bidang kedokteran "Agar"atau sering disebut
"Agar Rose" jenis ini digunakan untuk media biakan bakteri. Di sektor
pertanian digunakan sebagai media tumbuh jaringan tanaman (tissue-culture),
sedangkan di bidang kesehatan sebagai obat anti desentri/diare dan anti gondok.
2.3
Dampak
Budidaya Gracilaria sp. Terhadap
Lingkungan
Rumput laut sangat banyak
dibudidayakan karena memiliki peranan penting dalam usaha meningkatkan produksi
perikanan serta menjaga kelestarian sumber hayati. Namun dari kegiatan budidaya
tersebut juga menimbulkan dampak negatif pada lingkungan yaitu adanya limbah
akibat budidaya tersebut. Limbah tersebut berupa batang
thallus yang pendek dan rumput laut yang berwarna kusam yang jatuh didasar
perairan. Limbah yang
dihasilkan oleh pembudidaya rumput laut biasanya hanya dibiarkan menumpuk di
Lokasi sehingga menyebabkan penimbunan yang pada akhirnya mencemari
lingkungan (Alamsjah et al, 2011).
Namun dampak negatif dari budidaya
rumput laut ini sangat rendah sekali. Hal ini karena rumput laut justru mampu
memperbaiki lingkungan yang tercemar dengan baik sehingga rumput laut ini
mempunyai dampak positif yang besar pada lingkungan seperti digunakan sebagai
fitoremediasi atau biofiltrasi diperairan tambak.
Fitoremediasi adalah suatu teknologi
pemanfaatan tumbuhan untuk mengurangi bahkan menghilangkan kehadiran bahan pencemar
didalam tanah dan air. Fitoremediasi menjadi pilihan yang menjanjikan,
mengingat tidah membutuhkan biaya yang besar dan secara estetik mendukung upaya
penghijauan lingkungan. Oleh karena itu untuk mengatisipasi kegiatan
pembangunan di badan air khususnya diperairan tambak, teknologi fitoremediasi
dilakukan dengan memanfaatkan tanaman yang memiliki kemampuan menyimpan atau
mengakumulasi didalam selnya (fitoekstraksi) dan kemampuan memetabolisme
(fitodegradasi) bahan pencemar untuk kebutuhan energy dan pertumbuhan, salah
satunya Gracilaria sp. (Komarawidjaja,
2005).
Menurut Komarawidjaja (2005), Dengan
sifat fitoekstraksi, dinding thallus Gracilaria mengabsopsi dan menyimpan bahan
organik seperti nitrogen dan fosfor didalam sel-sel thalus. Selanjutnya limbah
bahan organik yang tersimpan pada sel rumput laut, pada saatnya akan
didegradasi dengan bantuan fotosintesis sinar matahari akan diasimilasi
sehingga terbentuk energi dan sel sebagai refleksi dari pertumbuhan rumpun
tanaman rumput laut tersebut.
Integrasi rumput laut dalam upaya
pemulihan kualitas air, akibat pencemaran ekosistem perairan payau/tambak,
khususnya di perairan budidaya, dapat dilakukan dengan berbagai jenis
teknologi, baik dengan teknologi sederhana maupun teknologi yang kompleks. Namun
secara biologi, pengolahan limbah dengan memanfaatkan rumput laut spesies
tertentu dari jenis Gracilaria, dipandang lebih berpeluang, mengingat metoda
aplikasi sangat sederhana, daya adaptasi yang tinggi, mudah pemeliharaannya,
dan memiliki nilai ekonomis. Dengan menekankan kepada alasan ekonomi, maka
diharapkan integrasi rumput laut sebagai biofilter, akan dengan mudah diterima
oleh masyarakat. Pemanfaatan Gracilaria
sp. sebagai biofilter, tidak terbatas pada pengelolaan pencemaran di
kawasan budidaya tambak, tetapi dapat pula diintegrasikan dengan upaya
pengolahan limbah dari sumber lain, seperti limbah domestik, limbah pertanian
dan limbah industri. Peluang itu dapat diterapkan dengan memanfaatkan lahan
kurang produktif untuk dijadikan salah satu tempat proses pengolahan perairan
tercemar, sehingga areal tanaman biofiltrasi menjadi lebih produktif dan
ekonomis. Selanjutnya integrasi rumput laut dalam budidaya ikan di sekitar
perairan payau/tambak, secara sederhana dapat dilakukan dalam satu kolam, yakni
menanam rumput laut bersama-sama dengan ikan yang dibudidayakan. Namun tidak
menutup peluang untuk melakukan berbagai kemungkinan modifikasi, yang
disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan. Salah satu gambaran modifikasi system
pengolahan perairan budidaya dengan memanfaatkan rumput laut Gracilaria sp sebagai berikut : Tambak
budidaya dengan rumput laut yang diintegrasikan bisa ditanam bersamaan atau
berbeda petak dengan fungsi rumput laut sebagai penyisih kelebihan nutrient
terlarut. Setelah itu air buangan tambak melewati petak rumput laut, maka dapat
dialirkan kembali ke tambak tandon atau dibuang kesaluran pembuangan dan
diteruskan ke laut.
Bahkan
rumput laut ini mampu menyerap logam berat diperairan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Yulianto (2006), diketahui bahwa Gracilaria sp
memiliki efektivitas yang relatif tinggi dalam menyerap logam toksik Cu yang
terdapat dalam suatu perairan. Kemampuan daya serap Gracilaria sp
tergantung pada ketersediaan (availability) logam toksik di perairan.
Semakin tinggi ketersediaan logam toksik dalam perairan akan memacu tingginya
proses penyerapan oleh tanaman racilaria
sp. Namun demikian, Gracilaria sp memiliki batas toleransi dalam
menghadapi kondisi perairan yang tercemar oleh logam toksik. Penyerapan (absorption)
logam toksik dalam kondisi konsentrasi yang tinggi dan berjalan terus menerus,
akan menyebabkan penurunan kemampuan penyerapan sebagai akibat menurunnya
kondisi fisiologis tanaman yang diakibatkan oleh terjadinya gangguan
metabolisme tubuh dan juga kemungkinan terjadinya kerusakan anatomi tanaman.
Kondisi perairan yang tercemar logam toksik berkonsentrasi tinggi dan terjadi
secara terus menerus akan dapat berakibat pada kematian tanaman, kecuali
apabila tanaman dapat bebas dari lingkungan tercemar (polluted water)
dan menemukan lingkungan yang bebas dari polutan (unpolluted water).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan, maka konsentrasi logam Cu sampai
dengan 1 ppm (£ 1 ppm) pada media uji air laut (31-33‰) dengan lama pemaparan (exposure
duration) Gracilaria sp selama 4 minggu, ternyata membuat tanaman
uji masih mampu bertahan hidup untuk melakukan absorpsi terhadap logam Cu,
meskipun pada minggu terakhir kemampuan tersebut cenderung untuk menurun. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,01 – 1 ppm logam Cu, tanaman Gracilaria
sp masih dapat berfungsi sebagai penyerap logam Cu pada suatu lingkungan
air laut yang tercemar. Potensi yang dimiliki oleh Gracilaria sp ini
dapatlah kiranya menjadikan tanaman ini sebagai salah satu alternatif dalam
mengatasi kualitas perairan laut atau payau secara biologi (biofilter) dalam
kegiatan budidaya perikanan. Hal ini sangat memungkinkan, mengingat kemampuan Gracilaria
sp tersebut dalam menyerap logam Cu dalam air laut adalah mencapai £ 1 ppm.
Dalam kenyataan, kondisi perairan laut yang ada, konsentrasi logam Cu sampai
dengan 1 ppm hampir tidak pernah ditemukan, sehingga dengan demikian tanaman Gracilaria
sp ini akan sangat baik dan cocok diaplikasikan sebagai biofilter, terutama
kegunaannya dalam aktivitas budidaya laut/payau
2.4
Cara
menangani Dampak Pencemaran Budidaya Gracilaria
sp.
Dampak negatif dari
budidaya rumput laut yaitu adanya limbah sangat diperlukan penanganan supaya
tidak terus menerus tertimbun didalam perairan yang mengakibatkan pencemaran.
Hal ini dapat dilakukan dengan pemanfaatan limbah tersebut sebagai pupuk
organic melalui proses fermentasi
Menurut Alamsjah (2011),
Pemanfaatan limbah panen rumput laut Gracilaria sp. dapat diaplikasikan
menjadi pupuk organik yaitu melalui proses fermentasi secara biologis dengan menggunakan
mikroba proteolitik. Mikroba proteolitik dapat menghasilkan enzim protease yang
mampu mengubah protein menjadi asam amino. B. subtilis merupakan mikroba
proteolitik yang menghasilkan enzim protease yang menghidrolisis protein
menjadi senyawa polipeptida, oligopeptida dan asam-asam amino. Proses
fermentasi bertujuan untuk menghidrolisis dinding sel rumput laut menjadi
rantai nitrogen yang paling pendek, sehingga dapat dimanfaatkan fitoplankton
untuk memenuhi nutriennya. Dalam proses fermentasi diperlukan enzim untuk
menghirolisis rantai nitrogen menjadi rantai nitrogen yang paling pendek.
Manfaat dari fermentasi limbah rumput laut dengan menggunakan B. subtilis adalah
untuk menambah ketersediaan nutrien fitoplankton. Menurut hasil penelitian yang
dilakukan penggunaan limbah rumput laut Gracilaria sp. yang difermentasi
dengan menggunakan isolat bakteri Bacillus subtilis sebagai pupuk
organik berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan populasi plankton Chlorophyceae.
Pertumbuhan populasi plankton Chlorophyceae dapat ditingkatkan dengan
menggunakan pupuk fermentasi limbah rumput laut Gracilaria sp. dengan
dosis 10 ml/ l.
Dengan demikian pemanfaatan
limbah ini sangat perlu dilakukan supaya tidak mencemari lingkungan karena
limbah dari rumput laut ini mempunyai manfaat yang cukup baik untuk perairan
salah satunya sebagai pupuk organic yang dapat menumbuhkan plankton sebagai
makanan alami didalam perairan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
- klasifikasi Gracilaria
sp.
adalah sebagai berikut: Divisi Rhodophyta,
Kelas Rhodophyceae, Ordo Gracilariales,
Famili Gracilariaceae, Genus Gracilaria, Spesies
Gracilaria sp.
- Morfologi
Gracilaria sp. adalah sebagai berikut
a. hidup
dengan jalan melekatkan diri pada substrat padat, seperti kayu, batu, karang
mati.
b. memiliki
suatu alat cengkeram berbentuk cakram yang dikenal dengan sebutan 'hold fast'.
c. berbentuk
rumpun, dengan tipe percabangan tidak teratur.
d. Thallus
pada umumnya berbentuk silindris atau agak memipih serta ada yang gepeng.
e. Ujung-ujung
thallus umumnya meruncing dan permukaan halus atau berbintil-bintil.
f. Panjang
thallus sangat bervariasi, mulai dari 3,4 — 8 cm pada G. eucheumoides sampai
mencapai lebih dari 60 cm.
g. memiliki
warna thallus hijau dan kuning di bagian apeks thalli
h. Thalus
ini ada yang uniseluler dan multiseluler.
- Manfaat
rumput laut jenis gracilaria ini diantaranya sebagai berikut:
a. Sebagai
sumber makanan
b. Dibidang
farmasi: sebagai anti bakteri, anti tumor, anti kanker atau sebagai reversal
agent.
c. Dibidang
agrokimia: sebagai antifeedant, fungisida dan herbisida
d. Dibidang
kedokteran "Agar" atau sering disebut "Agar Rose" jenis ini
digunakan untuk media biakan bakteri, Di sektor pertanian digunakan sebagai
media tumbuh jaringan tanaman (tissue-culture), sedangkan di bidang kesehatan
sebagai obat anti desentri/diare dan anti gondok.
- Budidaya
rumput laut jenis Gracilaria sp. ini mempunyai dampak negatif dan dampak
positif terhadap lingkungan. Adapun dampak negatifnya yaitu berupa limbah dari
thallus yang patah saat pemanenan dan menumpuk diperairan sedangkan untuk
dampak positifnya yaitu dapat digunakan sebagai biofiltrasi.
- Untuk
penangangan dampak negatif dari limbah rumput laut dengan cara pemanfaatan limbah
tersebut menjadi pupuk organik.
3.2
Saran
Dengan melihat bahasan
diatas bahwa rumput laut mempunyai dampak positif yang lebih besar dibandingkan
dampak negatifnya. Dengan demikian diharapkan kepada pembaca yang akan
melakukan budidaya ikan laut atau payau sebaiknya diimbangi dengan budidaya
rumput laut sebagai agen biofiltrasi agar budidaya berkelanjutan .
DAFTAR
PUSTAKA
Alamsjah, Moch. Amin; Rani Frisca Christiana dan Sri
Subekti. 2011. Pengaruh Fermentasi Limbah Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Bacillus
sutilis terhadap Populasi Plankton Chlorophyceae. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 3(2). 203-213.
Handayani, Tri. 2006. Protein Pada Rumput Laut. Oseana. 31(4): 23-30.
Haryanti, Anik Muji; Sri Darmanti; Munifatul Izzati.
2008. Kapasitas Penyerapan dan Penyimpanan Air pada Berbagai Ukuran Potongan
Rumput Laut Gracilaria verrucosa sebagai Bahan Dasar Pupuk Organik. Bioma. 10(1): 1-6
Hendrajat,
Erfan Andi; Brata Pantjara; dan Markus Mangampa. 2010. Polikultur Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) dan Rumput
Laut (Gracilaria verrucosa). Prosiding forum Inovasi Teknologi Akukultur.
146-150.
Kadi, Achmad. 2004. Potensi Rumput Laut Dibeberapa
Perairan Pantai Indonesia. Oseana.
29(4): 25-36.
Komarawidjaja, wage. 2005. Rumput Laut Gracilaria sp. sebagai Fitoremedian
Bahan Organik Perairan Tambak Budidaya. Jurnal
Teknologi Lingkungan. 6(2): 410-415.
Langoy,
Marnix L.D; Saroyo; Farha N.J. Dapas;
Deidy Y. Katili dan Syamsul Bachry Hamsir. 2011. Deskripsi Alga Makro DI Taman
Wisata Alam Batuputih, Kota Bitung. Jurnal Ilmiah Sains. 11(2): 220-224.
Sjafrie, Nurul Dhewani Mirah. 1990. Beberapa Catatan
Mengenai Rumput Laut Gracilaria. Oseana.
15(4): 147-155.
Tampubolon, Agrialin; Grevo S; Gerung; Billy Wagey.
2013. Biodiversitas Alga Makro DI Lagun Pulau Pasige, Kecamatan Tagulandang,
Kabupaten Sitaro. Jurnal Pesisir dan Laut
Tropis. 2(1): 35-43.
Yulianto, Bambang; Raden Ario dan Agung Triono.
2006. Daya Serap Rumput Laut (Gracilaria sp) Terhadap Logam Berat Tembaga (Cu)
Sebagai Biofilter. Ilmu Kelautan.
11(2): 72-78.